BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks yang ke komplekskannya dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan sosial. Seseoarang individu yang harus memahami dirinya sendiri, orang lain, bermasyarakat, lingkungan dan memahami bahwa ia adalah makhluk Allah SWT.
Manusia sebagai makhluk psiko-fisik dimana manusia itu sendiri memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis pribadi dan kebutuhan sosial ke masyarakat.
Dengan demikian, maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna, pada bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis kebutuhan dan pemenuhanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Jenis –Jenis Kebutuhan dan Pemenuhannya
Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekomplekkan tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial. Oleh karenanya di samping seorang individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami pula bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Sebagai makhluk psiko-fisik manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis, dan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu (yang juga dikenal sebagai kebutuhan pribadi) dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya semakin luas. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. (Sumadi,1971: 70; Lefton, 1982: 137). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Lebih lanjut Lefton (1982) menyatakan bahwa kebutuhan dapat muncul karena keadaan yang mengalami goncangan atau ketidakeseimbangan. Munculnya kebutuhan tersebut untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan hidup.
Kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli. Contoh kebutuhan primer itu antara lain adalah : makan, minum, bernapas, dan kehangatan tubuh. Pada tingkat remaja dan dewasa kebutuhan primer ini dapat bertambah, yaitu kebutuhan seksual. Sedangkan kebutuhan sekunder umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif yang dipelajari, seperti misalnya kebutuhan untuk mengejar pengetahuan, kebutuhan untuk mengikuti pola hidup bermasyarakat, kebutuhan akan hiburan, alat transfortasi, dan semacamnya. Klasifikasi kebutuhan menjadi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder sering digunakan, namun pengklasifikasian semacam itu sering membingungkan. Oleh karena itu, Cole dan Bruce (1959) (Oxendine, 1984: 227) membedakan kebutuhan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan psikologis. Pengelompokan ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Murray (1938) (Oxendine, 1984: 227) yang diajukan dengan istilah yang berbeda, yaitu kebutuhan viscerogenic dan kebutuhan psychogenic. Beberapa contoh kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah : makan, minum, istirahat, seksual, perlindungan diri. Sedang kelompok kebutuhan psikologis, seperti yang dikemukakan Maslow (1943) mencakup (i) kebutuhan untuk memiliki sesuatu, (ii) kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, (iii) kebutuhan akan keyakinan diri, dan (iv) kebutuhan aktualisasi diri. Dalam perkembangan kehidupan yang semakin kompleks, pemisahan jenis kebutuhan yang didorong oleh motif asli dan motif-motif yang lain semakin sukar dibedakan.
Dalam bidang kehidupan ekonomi, kebutuhan primer dikenal sebagai kebutuhan pokok yang mencakup kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang mendesak dan harus segera dipenuhi, sedang kebutuhan kedua pemenuhannya dapat ditunda bilamana perlu dan dilihat skala prioritasnya. Kebutuhan sosial psikologis seorang individu terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kondisi kehidupannya yangsemakin luas dan kompleks. Freud mengemukakan bahwa sikap dan perilaku manusia didorong oleh faktor seksual (dorongan seksual) dengan yang teorinya terkenal sebagai teori libido seksual. Pandangan Freud tentang konsep diri juga dikaitkan dengan teori libido seksual ini. Ia mengemukakan bahwa prinsip kenikmatan senantiasa mendasari perkembangan sikap dan perilaku manusia, dan dengan prinsip itu ia menyatakan bahwa faktor pendorong utama perilaku manusia adalah dorongan seksual. Semua bentuk perilaku manusia dikaitkan dengan upaya untuk mencapai kenikmatan atau kepuasan seksual. Namun Freud menjadi terkenal sehubungan dengan pandangannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa dalam perkembangan manusia terjadi pertentangan antara kebutuhan insting pribadi dan tuntutan masyarakat.dalam pendekatannya terhadap pembentukan kepribadian, Freud mengemukakan perlunya penyelesaian pertentangan tersebut dengan pendekatan analisis psikologik, sehingga oleh karena teori Freud itu terkenal dengan teori psikoanalisis.
Menurut teori Freud, struktur kepribadian seseorang berunsurkan tiga komponen utama, yaitu: id, ego, dan superego. Ketiganya merupakan faktor-faktor penting yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku manusia serta struktur pribadi. Teori psikoanalisis Freud diawali dengan mengemukakan asumsi bahwa dorongan utama yang hakikatnya beradapad id, senantiasa akan muncul pada setiap perilaku. Id dikenal sebagai insting pribadi dan merupakan dorongan asli yang dibawa sejak lahir. Id merupakan sumber kekuatan insting pribadi yang bekerja atas dasar prinsip kenikmatan yang pada proses berikutnya akan memunculkan kebutuhan dan keinginan. Ego adalah komponen kepribadian yang praktis dan rasional; berdasarkan egonya manusia mencari kepuasan atau kenikmatan berdasarkan kenyataan. Jadi, ego adalah komponen pribadi yang mewakili kenyataan (realita), berfungsi menghambat munculnya dorongan asli (id ) secara bebas dalam berbagai bentuk. Dengan demikian, tugas ego adalah menyelaraskan (menyeimbangkan) pertentangan yang terjadi antara id dan tuntutan sosial. Kadang-kadang tugas ego mencegah id untuk muncul, tetapi pada umumnya ego mendorong manusia bertindak berdasarkan id-nya. Atas dasar pandangannya ini, teori Freud tentang pembentukan pribadi dikenal sebagai conflict theory. Penyelesaian pertentangan atau konflik antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial ini digunakan pendekatan analisis psikologis. Superego merupakan bagian dari konsep diri, yang di dalamnya terkandung kata hati yang bekerja sesuai dengan sistem moral dan ideal.
Efek Erickson (dalam Buss, 1978: 392-393) dalam menyelesaikan pertentangan antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial mengajukan pandangan yang sekaligus merupakan revisi bagi teori Freud. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan pertentangan itu yang dikemukakan Erickson lebih bersifat sosial dan berorientasi kepada ego. Dalam hal ini Erickson lebih melihat kepentingan sosial. Dengan revisi ini dimaksudkan agar kebutuhan-kebutuhan dalam perkembangan manusia perlu lebih dilihat dari sisi kepentingan sosial.
Carl Rogers (1902-) (dalam Buss, 1978: 395) juga mengemukakan pendekatan tentang perkembangan pribadi individu. Dinyatakan bahwa seseorang individu pada hakikatnya mencoba mengekspresikan kemampuan, potensi, dan bakatnya untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi yang sempurna atau mapan. Rogers menyatakan dalam teorinya bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Apabila pengaktualisasian diri itu dapat diwujudkan, maka hal itu merupakan pertanda bahwa individu itu telah mencapai tingkat pertumbuhan pribadi yang semakin luas lingkupnya dan dengan manusia menjadi lebih bersikap sosial. Manusia dapat mengaktualisasi diri dengan baik apabila mereka telah mampu memperluas/mengembangkan konsep dirinya.
2.1.1 Mengapa Manusia Berperilaku ?
Untuk menjawab pertanyaan ini digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan organismik (internal) dan pendekatan lingkungan (eksternal). Pembicaraan tentang motif dan/atau motivasi merupakan bagian yang akan ditinjau secara khusus dalam bagian ini, yang berarti uraian bagian ini menitikberatkan bahwa motif itu merupakan faktor pendorong manusia bertingkah laku. Perilaku merupakan pengejawantahan atau aktualisasi diri. Perilaku didorong oleh motif. Hal ini tidak berarti bahwa kita mengesampingkan faktor lingkungan, tetapi seperti kita ketahui bahwa motivasi dan lingkungan pada dasarnya berinteraksi, dengan demikian persoalan lingkungan akan dengan sendirinya tercakup di dalam uraian ini.
Banyak pendekatan untukn menganalisis dan mengklasifikasikan kekuatan dari dalam yang menghasilkan gejala yang dimaksud dengan tingkah laku. Eksperimen-eksperimen psikologi cenderung untuk memilih pendekatan sistem dalam menerangkan tingkah laku dari sisi dorongan, di mana dorongan diartika sebagai kekuatan/dorongan biologis dalam arti luas, seperti lapar, haus dan dorongan seksual. Bagi guru atau pendidik perlu melihat motivasi yang tidak semata-mata berasal dari faktor/dorongan biologis. Hal ini dikemukakan oleh para psikolog yang telah meninjau perilaku manusia dari faktor dorongan atau motivasi.
Beberapa psikolog, seperti Carl Rogers (1951), Artthus W. Combs dan Snygg (1959) menyakini bahwa motif dasar manusia adalah “need for adequancy”, yang mereka artikan sebagai suatu “great driving, striving, force in each of us by which we are continually seeking to make ourselves ever more adequate to cope with life” (Lindgren, 1980: 36). Kebutuhan akan keyakinan diri ini diekspresikan melalui dua bentuk perilaku, yaitu kebutuhan mempertahankan diri (maintenance) dan mengembangkan diri (enchancement). Sejak lahir hingga meninggal, kebutuhan manusia untuk mempertahankan dirinya agar tetap hidup merupakan kebutuhan dasar. Hal ini berarti menempatkan fungsi organisme menjadi amat penting artinya. Tetapi perlu dipahami bahwa kebutuhan untuk mempertahankan diri itu sebenarnya bakan sekedar tertuju agar manusia tetap hidup, melainkan lebih dari itu, yakni setiap individu senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya yang lebih memadai atau untuk menjadi lebih baik.
Lebih dari apa yang dialami oleh binatang, manusia mampu mengantisipasi kejadian-kejadian masa depan, tetapi tidak terbatas untuk mempertahankan dirinya pada saat sekarang, tetapi juga bermaksud mengubah diri dan lingkungannya agar pengembangan dirinya menjadi lebih baik di waktu-waktu yang akan datang. Hal ini tersebut diartikan sebagai kebutuhan normatif dan bukan semata-mat kebutuhan psikologis.
Kebutuhan psikologis muncul dalam kehidupan manusia, seperti apa yang dialmi setiap hari secara emosional, yaitu : senang, puas, susah, lega, kecewa, dan semacamnya. Berhubung manusia hidup bersama didalam masyarakat, maka mereka ingin mengatur dan mengikuti peraturan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat, sekalipun kadang-kadang hal ini amat sukar. Untuk itu manusia belajar memahami norma-norma atau sifat-sifat normatif, artinya perilaku manusia diarahkan dan disesuaikan dengan kehidupan bermasyarakat. Dalam dunia pendidikan ada kalanya berkembang norma-norma baru dan norma itu segera diberlakukan di masyarakat. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia ini juga berkembang kebutuhan-kebutuhan normatif, yaitu kebutuhan yang ditentukan dan sesuai dengan harapan-harapan pihak lain dan yang diterima oleh dirinya, sekarang maupun yang akan datang.
2.1.2 Kebutuhan Dasar Manusia
Pada bayi atau pada kehidupan manusia kecil, perilakunya didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan biologis, yakni kebutuhan untuk mempertahankan diri. Kebutuhan ini disebut deficiency need artinya kebutuhan untuk pertumbuhan dan memang diperlukan untuk tetap hidup (survival). Kemudian, pada masa kehidupan berikutnya, muncul kebutuhan untuk mengembangkan diri. Berkembangnya kebutuhan ini terjadi karena pengaruh faktor lingkungan dan faktor belajar; seperti kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memiliki (yang ditandai berkembangnya “aku” manusia kecil), kebutuhan harga diri, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan munculnya kebutuhan untuk bersaing dengan yang lain. Kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Hendry A. Murray (Lindgren, 1980: 40) dinyatakan sebagai need for affiliation atau lazim disingkat n’Aff dan need for achievement sebagai n’Ach, n’Aff ini oleh Carl Rogers dan Abraham H. Maslaw (1954) dikenal sebagai self actualizing need. Kebutuhan untuk mengaktulisasi diri ini ditandai oleh berkembangnya kemampuan ekspresi diri yaitu menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri pada dasarnya merupakan perkembangan dari kebutuhan-kebutuhan tingkat sebelumnya dan kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat tinggi karena didalamnya termasuk kebutuhan untuk berprestasi.
Kebutuhan-kebutuhan sebelumnya adalah kebutuhan untuk memiliki, baik pemilikan itu berkaitan dengan lingkungan manusia mapun yang berkaitan dengan kebendaan. Dalam tingkat perkembangan tertentu seorang individu berupaya memiliki teman sejawat, mendapatkan kasih sayang dan memiliki benda-benda yang disenanginya. Dengan munculnya kebutuhan tersebut berarti didalam dirinya telah terjadi kontak dengan dunia luar dirinya, dengan “yang lain” atau n’Aff. Sebaimana dikatakan didepan kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan jasmaniah atau organisme, baik yang berkaitan dengan usaha mengembangkan diri, memperoleh keamanan, maupun mempertahankan diri.
Remaja sebagai individu atau manusia pada umumnya juga mempunyai kebutuhan dasar tersebut. Secara lengkap kebutuhan dasar seorang individu dapat digambarkan sebagai berikut (Lindgren, 1980: 42).
Deskripsi
|
Karakteristik
|
4. Kebutuhan aktualisasi diri
3. Kebutuhan untuk memiliki
2. Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang
1. Kebutuhan jasmaniah, termasuk keamanan
|
Kebutuhan yang terkait langsung dengan perkembangan diri yang relatif kompleks, abstrak, dan bersifat sosial.
Kebutuhan yang terkait dengan pertahanan diri, khususnya pemeliharaan dan pertahanan diri, bersifat individual.
|
Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hierarki, dari kebutuhan yang bertingkat rendah, yaitu kebutuhan jasmaniah, sampai dengan kebutuhan yang bertingkat tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut Lewis dan Lewis (1993) kegiatan remaja atau manusia itu didorong oleh berbagai kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan jasmaniah,
b. Kebutuhan psikologis,
c. Kebutuhan ekonomi,
d. Kebutuhan sosial,
e. Kebutuhan politik,
f. Kebutuhan penghargaan, dan
g. Kebutuhan aktualisasi diri.
2.2 Kebutuhan Remaja, Masalah, dan Konsekuensinya
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Hall (dalam Liebert dan kawan-kawan, 1974: 478) memandang bahwa masa remaja ini sebagai masa “storm and stress”. Ia menyatakan bahwa selama masa remaja banyak masalah yang dihadapi karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya (identitasnya) kebutuhan aktualisasi diri. Usaha penentuan jati diri remaja dilakukan dengan sebagai pendekatan, agar ia dapat mengaktualisasi diri secara baik. Aktualisasi diri merupakan bentuk kebutuhan untuk mewujudkan jati dirinya. Sedangkan masa remaja adalah masa yang khusus, penuh gejolak karena pada pertumbuhan fisik terjadi ketidak seimbangan. Makna remaja banyak diartikan oleh pihak-pihak yang berkepenting, baik pihak hokum, ahli psikologi, maupun pandangan masyarakat yang mengaitkan dengan system budayanya.
Beberapa jenis kebutuhan remaja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok kebutuhan, yaitu :
a) Kebutuhan organik, yaitu makan, minum, bernapas, seks;
b) Kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan diri pihak lain, dikenal dengan n’Aff;
c) Kebutuhan berprestasi atau need of achievement (yang dikenal dengan n’Ach), yang berkembang karena didorong untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis; dan
d) Kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.
Prescott (Oxendine, 1984:224) mengklasifikasikan kebutuhan remaja sebagai berikut:
1. Kebutuhan psikologis seperti melakukan kegiatan, beristirahat dan kegiatan seksual;
2. Kebutuhan sosial (status) seperti menerima, diterima, menyukai orang lain;
3. Kebutuhan Ego atau interaktif seperti kontak dengan kenyataan, harmonisasi dengan kenyataan, dan meningkatkan kematangan diri sendiri.
Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan psikologis akan muncul setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi. Ia mengklasifikasikan kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan keselamatan (Safety needs);
2. Kebutuhan memiliki dan mencintai (belonging and love needs);
3. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (esteem needs);
4. Kebutuhan untuk menonjolkan diri (self–actualizing needs)
Perumusan kebutuhan tersebut berjalan secara hirarkis dan sistematis. Suatau kebutuhan baru akan terpuaskan setelah kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Pada akhirnya seseorang akan berusaha untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan self–actualizing.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial-psikologis di masa remaja pada dasarnya merupakan kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan, proses pertumbuhan, dan perkembangan dari proses sebelumnya. Seperti halnya pertumbuhan fisik yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder merupakan awal masa remaja sebagai indikator menuju tingkat kematangan fungsi seksual seseorang. Sekalipun diakui bahwa kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja masih mencakup kebutuhan fisik dan kebutuhan sosial psikologis yang lebih menonjol. Bahwa antara kebutuhan keduanya (fisik dan psikologis) saling terkait. Olah karena itu, pembagian yang memisahkan kebutuhan atas dasar kebutuhan fisik dan psikologis pada dasarnya sulit dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, “makan” adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, akan tetapi pada jenjang masa remaja “makan dilakukan bersama dengan orang tertentu – orang lain”, “makan dengan mengikuti aturan atau norma” yang berlaku di dalam budaya kehidupan masyarakat merupakan kebutuhan yang tidak hanya dikelompokkan sebagai kebutuhan fisik semata. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan sebagai kebutuhan fisik semata. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam kebutuhan sosial emosional.
Disamping itu remaja membutuhkan pengakuan akan kemampuannya, yang menurut Maslow kebutuhan ini disebut kebutuhan penghargaan. Remaja membutuhkan penghargaan dan pengakuan bahwa ia (mereka) telah mampu berdiri sendiri, mampu melaksanakan tugas-tugas seperti yang dilakukan oleh orang dewasa, dan dapat bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan yang dikerjakannya. Faktor nonfisik, yang secara integratif tergabung di dalam faktor sosial-psikologis dijiwai oleh tiga potensi dasar yang dimiliki manusia yaitu pikir, rasa, dan kehendak. Ketiganya secara potensial mendorong munculnya berbagai kebutuhan. Remaja telah mengalami berbagai aturan didalam kehidupan bermasyarakat, dan tentu saja ia (mereka) berupaya untuk mengikuti aturan-aturan itu.
Dalam kehidupan dunia modern, manusia tidak saja hanya berpikir tentang kebutuhan pokok, mereka telah lebih maju. Pemikirannya telah bercakrawala luas, oleh karena itu kebutuhan pokoknya juga sudah berkembang. Pendidikan dan hiburan misalnya, di dalam masyarakat modern telah menjadi kebutuhan hidupnya yang mendesak, bahkan telah masuk dalam daftar kebutuhan pokok. Kini Anda dapat mengamati lingkungan, bahwa perilaku kehidupan manusia telah menjadi begitu kompleks. Perubahan ini tentu karena adanya factor yang mendorong dan mempengaruhinya. Dalam menghadapi masalah dan perkembangan sosial psikologis, menjadi manusia berprestasi telah merupakan kebutuhan social yang membimbingnya untuk berhasil dan lebih lanjut untuk menjadi orang yang berprestasi dan berhasil.
2.2.1 Masalah dan Konsekuensinya
Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar, sedang di lain pihak harapan ditumpukan pada remaja muda untuk dapat meletakkan dasr-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri, dan dapat akibat lebih lanjut dapat menjadikan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya bersikap tidak percaya diri, pendiam atau kurang harga diri.
b. Seringkali pra remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya. Hanya sedikit remaja yang merasa puasdengan tubuhnya. Hal ini disebabkan pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi. Ketidak serasian proporsi tubuh sering menimbulkan kekjengkelan, karena mereka sulit untuk mendapatkan pakaian yang pantas, juga hal itu tampak pada gerakan atau perilaku yang kelihatannya wagu dan tidak pantas.
c. Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebungugan remaja untuk memahaminya, sehingga sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang norma. Pandangannya terhadap sebaya lainjenis kelami dapat menimbulkan kesulitan dalam pergaulan. Bagi remaja laki-laki dapat menyebabkan berperilaku yang menentang norma dan bagi remaja perempuan akan berperilaku mengurung diri atau menjauhi pergaulan dengan sebaya lain jenis. Apabila kematangan seksual itu tidak mendapatkan arahan atau penyaluran yang tepat dapat berakibat negatif. Konsekuensi yang diderita sering berbentuk pelarian yang bertentangan dengan norma susila dan sosial, seperti homoseksual, lari ke kehidupan hitam atau melacur dan semacamnya. Bagi remaja pria secara berkelompok kadang-kadang mencoba pergi bersama-sama ke lokasi berlampu merah atau lokasi WTS.
d . Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian, dalam arti menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan, kebanyakan akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional, seperti perilaku yang over acting, lancing, dan semacamnya. Kehigupan bermasyarakat banyak menuntut remaja untuk banyak menyesuaikan diri, namun yang terjadi tidak semuanya selaras. Dalam hal terjadi ketidakselarasan antara pola hidup masyarakat dan perilaku yang menurut para remaja baik, hal ini dapat berakibat kejengkelan. Remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya mereka frustasi dengan tingkah lakunya sendiri.
e. Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk dapat hidup mandiri secara sosial ekonomis akan berkaitan dengan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan salah satu yang sangat sulit digadapi oleh remaja. Mereka bukan saja harus menghadapi satu arah kehidupan, yaitu keragaman norma dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, tetapi juga norma baru dalam kehidupan sebaya remaja dan kuatnya pengaruh kelompok sebaya.
f. Berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam bermasyarakat merupakan masalah tersendiri bagi remaja; sedang di pihak remaja merasa memiliki nilai dan norma kehidupannya yang dirasa lebih sesuai. Dalam hal ini para remaja menghadapi perbedaan nilai dan norma kehidupan. Menghadapi perbedaan norma ini merupakan kesulitan tersendiri bagi kehidupan remaja. Seringkali perbedaan norma yang berlaku dan norma yang dianutnya menimbulkan perilaku yang menyebabkan dirinya dikatakan nakal.
2.2.2 Usaha-Usaha Pemenuhan Kebutuhan Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pemenuhan kebutuhan fisik atau organic merupakan tugas pokok. Kebutuhan ini harus dipenuhi, karena hal ini merupakan kebutuhan untuk mempertahankan kehidupannya agar tetap tegar. Tidak berbeda dengan pemenuhan kebutuhan serupa di masa perkembangan sebelumnya, kebutuhan ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, terutama ekonomi keluarga. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan fisik ini akan sangat bepengaruh terhadap pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial seorang individu. Menghadapi kebutuhan ini latihan kebersihan, hidup teratur dan sehat sangat perlu ditanamkan oleh orang tua, sekolah, dan lingkungan masyarakat kepada anak-anak dan para remaja. Realisasi hal ini di sekolah adalah pendidikan kesehatan, pendidikan jasmani, dan penntingnya usaha kesehatan sekolah(UKS).
Khusus kebutuhan seksual, yang hal ini juga merupakan kebutuhan fisik remaja, usaha pemenugannya harus mengapat perhatian khusus dari orang tua, terutama ibu. Sekalipun kebutuhan seksual merupakan bagian dari kebutuhan fisik, namun hal ini menyangkut faktor lain untuk diperhatikan dalam pemenuhannya. Orang tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan memberikan penggertian arti dan fungsi kehidupan seksual bagi remaja (terutama wanita) dan arti seksual dalam kehidupan secara luas. Pemenuhan kebutuhan dan dorongan seksual pada remaja, di mana pada saat itu mereka telah menyadari akan adanya norma agama, sosial, dan hukum, maka banyak dilakukan secara diam-diam aktivitas onani atau masturbasi.
Pendidikan seksual di sekolah dan terutama di dalam keluarga harus mendapatkan perhatian. Program bimbingan keluarga, dan bimbingan perkawinan dapat dilakukan secara periodik oleh setiap organisasi ibu-ibu dan organisasi wanita pada umumnya. Sekolah sekali-kali perlu mendatangkan ahli atau dokter untuk memberikan ceramah-penjelasan tentang masalah-masalah remaja, khususnya masalah seksual.
Untuk mengembangkan kemampuan hidup bermasyarakat dan mengenalkan berbagai norma sosial, amat penting dikembangkan kelompok-kelompok remaja untuk berbagai urusan, seperti kelompok olahraga, kelompok seni dan musik, kelompok koperasi, kelompok belajar, dan semacamnya. Pada kesempatan sekolah menyelenggarakan acara-acara tertentu seperti malam pertemuan atau perpisahan sekolah, ada baiknya anak-anak ditugasi untuk ikut mengurus atau dimasukkan sebagai panitia penyelenggara.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut :
1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa;
2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalah–masalah yang sedang mereka hadapi;
3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tiba–tiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya.
Berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow:
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis :
a. Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis.
b. Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat.
c. Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
d. Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif.
2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
a. Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
b. Adanya ekspektasi yang konsisten.
c. Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
d. Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a. Hubungan Guru dengan Siswa :
1) Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian: empatik, peduli dan interes terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
2) Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya).
3) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
4) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
5) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa :
1) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya diantara siswa.
2) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
3) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.
4) Sekolah mengembangkan tutor sebaya.
Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.
4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
a. Mengembangkan Harga Diri Siswa
1) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya.
2) Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
3) Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa.
4) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi.
5) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan.
6) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab.
7) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mungkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
b. Penghargaan dari pihak lain
1) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
2) Mengembangkan program “star of the week”.
Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
3) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap siswa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
4) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.
5. Pengetahuan dan Pemahaman
a. Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
b. Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry.
c. Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam.
d. Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir kritis dan berdiskusi.
6. Estetik
a. Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik.
b. Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
c. Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan.
d. Memelihara sarana dan prasarana yang ada di sekeliling sekolah.
e. Ruangan yang bersih dan wangi.
f. Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah.
7. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
a. Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya.
b. Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
c. Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.
d. Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif siswa.
e. Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self expressive” dan kreatif.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Remaja mengalami proses yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangannya yakni proses secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan adalah kecendrungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan muncul sebagai akibat adanya perubahan (internal change) dalam organisme atau akibat pengaruh kejadian–kejadian dari lingkungan organisme.
Sebagai implikasi pemenuhan kebutuhan remaja dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut:
Sebagai implikasi pemenuhan kebutuhan remaja dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut:
1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa;
2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalah–masalah yang sedang mereka hadapi;
3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tiba–tiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya;
4. Guru dapat menerapkan pembelajaran individual dan kelompok serta dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya);
5. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang variatif dapat mengakomodir kebutuhan yang berbeda dari siswa.
2. Saran
Ada enam cara melakukan pencegahan atas berbagai masalah remaja :
1. Menentukan identitas dan afiliasi,
2. Melakukan pertemanan yang baik,
3. Mengontrol syahwat,
4. Memerangi gaya hidup mewah dan perilaku menyerupai lawan jenis,
5. Optimalkan waktu luang dengan mengasah bakat, menggali potensi, dan memperdalam ilmu,
6. Memotivasi untuk berakhlak secara terpuji.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari Buku :
Ali, Muh. dan Asrori, Muh. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta:Bumi Aksara
Hamalik, Oemar, 2007. Dasar–dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya:Usaha Nasional
Oxendine, Joseph. 1984. Psychology of Motor Learning. New Jersey:Prentice-Hall.Inc.
Ridha, Akram. 2006. Manajemen Gejolak Seni Mendidik Remaja bagi Orang Tua. Bandung: Syaamil Cipta Media
Sunarto, H. Dan B. Agung Hartono, 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:Rineka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Sumber dari Internet :
Fadliyanur’s, 2008. Pendidikan Indonesia Menurut UUD 1945. Diambil pada 10 Maret 2011 dari http://fadliyanur’s.wordpress.com
Putranti, Nurita. 2008. Remaja dan Permasalahannya. Diambil pada 10 Maret 2011 dari http://nuritaputranti.wordpress.com
Sudrajat, Akhmad. 2008. Aplikasi Kebutuhan Remaja di Sekolah. Diambil pada 10 Maret 2011 dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar